Pembentukan dan pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) atau lebih lengkapnya Ibukota Negara Nusantara (IKN Nusantara), sudah menjadi keputusan politik bangsa Indonesia. Keputusan ini, satu sisi diapresiasi sebagai keberanian dalam menindaklanjuti gagasan Pemimpin Nasional, sejak Soekarno mengenai ibukita negara yang saat ini, berjalan, yakni DKI Jakarta.
Tetapi pada sisi lain, menyisakan lubang-lubang kritis dari masyarakat, termasuk masyarakat akademisi. Setidaknya, kita melihat ada aspek pokok, yang menunjukkan sikap kritis ini Pertama, pengesahan UU terkait IKN yang dianggap terburu-buru, dan sisi keduanya, yaitu penamaan IKN dengan Nusantara. Lanjutan dari masalah itu, kebijakan pemulaian pemindahan dan pembangunan IKN Nusantara ini, kemudian menuai kritik sebagai pelaksanaan kebijakan yang kurang tepat dan kurang peka terhadap situasi dan kondisi nasional Indonesia saat ini. Kendati demikian, argumentasi Pemerintah dan DPR, sudah dengan terbuka memberikan penjelasan, baik dihadapan DPR maupun kepada public mengenai latar belakang, dan mekanisme serta kesiapan Pemerintah dalam mengawali pemindahan ibukota negara ke Kalimantan.
Dari sisi geografi, hal pokok dan penting untuk diperhatikan Pemerintah saat ini, adalah menerapkan lanjutan dari kebijakan ini, perlu memperhatikan aspek ‘rasa kepemilikan terhadap IKN’. Ada beberapa aspek penting, yang perlu dicermati dengan seksama, sehingga proses pembangunan IKN ini benar-benar dalam posisi yang kondusif dan menguntungkan bagi masa depan bangsa Indonesia.
Pertama, pemerintah harus mampu berkomunikasi secara terbuka dan objektif. Artinya, pemindahan ibukota negara, jangan sampai terkesan sebagai sebuah agenda oligarki dibandingkan kepentingan masyarakat. Isu dan persepsi mengenai kuatnya oligarki dalam pembangunan IKN ini, sangat terasa di tengah masyarakat. Di lain pihak, Pemerintah belum mampu memberikan tanggapan yang terbuka dan objektif mengenai kritik dan koreksi ini.
Kedua, penunjukkan Kepala Otorita IKN, sejatinya perlu dihadirkan seorang negarawan. Pemerintah diharapkan tidak bermain api dengan kandidat yang kontroversial, sectarian, atau berafiliasi pada kepentingan partai atau kelompok tertentu. Rakyat percaya, Presiden mampu menunjukkan sikap negarawan dalam memilih kandidat kepala Badan Otorita ini, Kegagalan dalam menghadirkan pemimpinnegarawan dalam memimpin IKN, akan menjadi delik politik paska pilpres atau pilleg 2024. Jika hal itu terjadi, maka tidak akan menguntungkan bagi masa depan IKN itu sendiri. Ancaman mangkrak bisa terbuka !
Ketiga, mendengarkan aspirasi masyarakat local. Sebagai IKN, pemerintahan di daerah ini, harus mampu menunjukkan sikap akomodatif, harmoni dan juga ramah budaya dan lingkungan. Bila ada tokoh negarawan dari daerah ini, akan jauh lebih baik. Andaipun, agak sulit untuk menetapkannya, maka tokoh yang diterima masyarakat local, untuk tahapan awal ini, akan menjadi hal baik dalam membangun kelanaran agenda pembangunan IKN.
Keempat, keputusan politik di DPR pada dasarnya, sudah bisa dianggap sebagai suara nasional dan suara rakyat mengenai IKN. Namun dibalik itu, kita tidak bisa menutup mata dan telinga, bahwa suara kritis masih berseliweran di tengah masyarakat kita. Untuk masa depan IKN, dan masa depan Bangsa Indonesia, rasanya. Dialog nasional dalam menetapkan menerapkan kebijakan pengembangan IKN selanjutnya, menjadi sebuah keniscayaan. Hal ini, tiada lain, adalah untuk membangun sebuah kesadaran dan rasa kepemilikan yang sama dan kuat (sense of place) di kalangan rakyat Indoensia, terhadap IKN yang akan dibangunnya.
Paradoks, jika sebagian rakyat Indonesia minim rasa-kepemilikan terhadap IKN, padahal IKN itu adalah ikon dan kebanggaan negara dan bangsa Indonesia. Karena itu, sebelum fisiknya mewujudkan, komunikasi politik untuk membangun kesadaran-bersama dan sama atas IKN menjadi satu kebutuhan dsar dan mendesak. Semua itu, adalah untuk masa depan IKN, dan kelancaran pembangunan IKN itu sendiri !
Dokumen Standar Layanan Kehumasan
dokumen tentang standar administasi
Khutbah Jum’at Pertama, Menjadi Khalifah وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْه
Dina sabaraha kasempeten, sok aya bae santri nu tumanya, naha enya urang teu bisa sukses ? ku naon urang teu sukses dina nyanghareupan kahirupan ? Masalah sarupa kieu, sigana lain ngan saukur masalah nu karandapan ku barudak santri di madrasah. Urang
Ari tarékah (sarat) supaya budak pagegedéanana jadi jelema hadé, tibubudakna kudu cageur, nyaeta henteu réa kasakit dina badanna, henteu apes pancadriana, nya-éta: seukeut deuleu, seukeut ambeu, awas déngé, percéka, padang ati. Saur Radén Do
Al-Qur’an menggunakan kalimat retoris atau istifham taqriri atau taubikh, untuk menjelaskan mengenai adanya berita-berita yang didalamnya tak ada keraguan. Namun, sayang manusia kerap meragukannya. Karena itu, al-Qur’an menggunakan kalimat istifh
Pembentukan dan pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) atau lebih lengkapnya Ibukota Negara Nusantara (IKN Nusantara), sudah menjadi keputusan politik bangsa Indonesia. Keputusan ini, satu sisi diapresiasi sebagai keberanian dalam menindaklanjuti gagasa